CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 05 November 2012

Ketika Hidup Tak Memihak

06 Desember 1994

Telah lahir seorang bayi perempuan bernama Maria Teressa Nindita Putri, panggil saja ia Tessa. seorang bayi perempuan yang tidak berdosa dan tidak tahu bahwa ia telah lahir dari keluarga yang tidak sesempurna keluarga yang lainnya. Bahwa ia lahir dengan banyak kekurangan yang akan menyertainya sepanjang hidup yang akan ia lalui.

Orang tua yang bersatu bukan karena cinta, tetapi karena keterpaksaan untuk menghindari kenyataan bahwa ibunya telah hamil diluar nikah. Dan dari awal pernikahan ayahnya memang hanya menikahi ibunya untuk memenuhi tanggungjawabnya karena telah menghamili Winne, ibu Tessa.

Saat seorang anak dilahirkan, sewajarnya sang ayah menemani istrinya melahirkan. Tetapi pada kenyataannya, hanya sang istri yang berjuang untuk melahirkan sang buah hati dengan penuh cinta kasih yang tak akan tergantikan oleh apapun. Ya, memang hanya sang bundalah yang mengharapkan kehadiran gadis mungil itu didunia ini. Sedangkan sang ayah lebih berharap bila sang bayi tidak usah lahir saja didunia ini, karena bayi itulah iya harus menikahi wanita yang sama sekali tidak ia cintai dan harus membuat wanita yang ia cintai menjadi wanita lain dikehidupannya.

Pada saat itu, Winne memang dihamili oleh Doni (ayah Tessa). Tetapi saat Doni melakukan itu karena dia sedang mabuk, dan tidak sadar telah meniduri anak dari pembantunya sendiri. Winnepun terpaksa karena memang ia dipaksa saat itu. Kejadian kelam yang benar-benar membuat kehidupan Winne dan Doni, apalagi Tessa menjadi suram.

*****
TAHUN 2000

Tessa sudah berumur 6 tahun, ia memang belum mengetahui latar belakang keluarganya, namun ia telah sadar bahwa hanya ibunya yang menyayanginya dan ayahnya hanya pulang sebulan sekali, dan selebihnya ia habiskan dirumah wanita bernama Tika, wanita kedua dan wanita yang dicintai Doni dalam hidupnya. Sebulan sekalipun hanya untuk memberikan jatah uang kepada Winne dan untuk menaruh pakaian kotor , lalu mengambil pakaian bersih untuk dibawa kerumah wanita keduanya itu.

Tessa sering menemukan ibunya menangis dalam keheningan malam semenjak usianya menginjak 4 tahun. Usia dimana seharusnya anak tersebut bisa tertawa ceria bersama keluarga  yang utuh, bukan keluarga yang hancur. Perkembangan Tessa berbeda dengan teman-teman sebayanya, ia pendiam dan jarang bicara, terkadang ia menangis ketika melihat teman sebayanya bisa bermain-main dengan ayahnya.

Saat Tessa masuk kelas 1 SD, ia hanya diantar pembantu. Ibunya harus bekerja sebagai seorang perawat dirumah sakit swasta di Jakarta. Sedangkan ayahnya, yah.. apa yang bisa diharapkan lagi dari ayahnya. Walaupun Doni adalah seorang pengusaha yang kaya, tetapi ia hanya memberi uang yang pas-pasan untuk Tessa dan Winne. Selebihnya ia lebih ikhlas memberikan untuk Tika.

Winne tidak pernah mau bercerai dari Doni, karena ia takut hal itu akan lebih menyakitkan bagi Tessa. Dalam lubuk hati Winne ia berharap bahwa suaminya itu dapat tersentuh hatinya dan dapat mulai mencintai dirinya dan putrinya.

"Bunda, Tessa mau tanya", kata Tessa saat ia menemui bundanya sedang termenung di teras rumah mereka. "Ada apa Tessa?, Tessa mau tanya apa?" sahut Winne sambil menghapus air mata yang hampir jatuh dari pelupuk matanya. "Bunda kenapa sering nangis?, karena ayah?, emangnya ayah jahatin bunda?" tanya Tessa langsung kepada bundanya. Winne tak bergeming untuk sementara waktu, sesaat setelah ia mendengar pertanyaan putrinya itu. Ia hanya diam dan akhirnya mengangis sekencang-kencangnya sambil memeluk putrinya itu. "Bunda, tuh kan bunda nangis lagi, pasti ayah itu jahat kan ke bunda?". Sesaat setelah Tessa berkata begitu, Winne langsung melepaskan pelukkannya dari Tessa. "Tessa, kamu anak baikkan?, bunda sekarang mau cari kebahagiaan Tessa dulu. Tessa baik-baik ya dirumah sampai bunda pulang?, ok?". Tessa hanya mengangguk sambil melihat Winne berjalan menjauhi rumah. Entah kenapa, pada saat itu hati Tessa yang masih polos dan murni berkata agar ibunya jangan pergi.

sampai pukul 12 malam Winne belum pulang juga dan Tessa masih menunggu Winne diruang tamu dengan memeluk boneka Teddy Bearnya. "Non Tessa, ayo tidur. Bibi sudah ngantuk nih" kata Siti pembantu dirumah mereka. "Bibi kalau mau tidur, tidur aja. Tessa mau disini nunggui bunda sampai pulang". "Aduh non, ibu tuh pulangnya masih lama kayanya non, entar juga pulang kok". 

"KRIIINNNGGG", tiba-tiba suara telepon rumah memecah keheningan diantara Bi Siti dan Tessa. " Hallo, ini bunda ya?" tanya Tessa saat ia mengangkat telepon. "Bukan, saya bukan ibu kamu. Bisa kamu kasih telepon ini ke pembantu kamu?". "iya, iya Tessa kasih, nih bi!" kata Tessa sambil menyodorkan telepon tersebut ke pembantunya. Setelah mendengar apa yangdibicarakan si penelepon, Bi Sitipun kaget dan menjatuhkan telepon tersebut kelantai lalu pergi dan mengunci semua pintu rumah dan meninggalkan Tessa sendirian dirumah. Tessa hanya bisa menangis pada saat itu, ia takut sendirian, ia takut kesepian. Akhirnya ia tertidur dikamarnya.



*****


Keesokkan harinya saat Tessa bangun ia melihat rumahnya penuh dengan orang-orang yang berpakaian hitam dan disampignya ada tante Ririn, adik dari ibunya. "Tante, kenapa tante disini? kenapa banyak orang disini?, bunda dimana?, semalam aku ditinggal Bi Siti tan, aku takut" kata Tessa tanpa henti kepada tantenya tanpa menyadari bahwa raut yang ditinggalkan tantenya adalah raut kesedihan. " Tessa, bunda kamu ada ditempat yang indah sekarang, indah banget, Tessa jangan nyariin bunda lagi karena bunda sudah bahagia sekarang ditempatnya". "Apa sih tan?, Tessa enggak ngerti deh. Bunda sudah pulang kan?, pasti sekarang lagi ngumpet dari Tessa, Tessa mau nyari bunda dulu deh tan" kata Tessa sambil berlari menuju ruang tamu dan ia sanagt terkejut saat melihat ada banyak orang berkerumun disekitar bundanya yang sudah di dalam peti.

Dengan polosnya Tessa bertanya ketantenya, " Tante, bunda lagi tidurkan itu?, kenapa tidur didalam peti?". Tantenya hanya bisa memeluk Tessa dengan erat sambil menangis , dan Tessapun menyadari bahwa saat itu satu-satunya orang yang ia sayangi telah pergi ketempat yang sangat jauh yang tidak bisa ia jangkau.

Saat pemakaman Winne, ayah Tessa tidak terlihat berada disana. Saat itu juga kebencian Tessa muncul kepada ayahnya, dan saat itu juga sosok Tessa benar-benar berubah menjadi anak yang tertutup .

Setelah kepergian sang bunda, Tessa tinggal bersama dengan tantenya. Hari-hari yang Tessa lewati tidaklah mudah. Ia harus menyaksikan orang-orang disekitarnya hidup dengan keluarga yang utuh dan kehidupan yang menyenangkan. Sedangkan dia, hanya sendiri tanpa sosok orang tua yang harusnya menemaninya.

Usia Tessapun semakin beranjak dewasa, banyak pertanyaan-pertanyaan yang selalu membayangi Tessa semenjak kematian ibunya. Pertanyaan mengapa ibunya bisa meninggal?, kenapa Bi Siti tidak pernah kembali semenjak malam itu?, kenapa ayahnya tidak pernah menemuinya?, kenapa keluarga ibunya tidak pernah mau menjawab ketika ia bertanya hal-hal itu? kenapa dan kenapa? terus menerus ada  dalam pikiran Tessa. Ia hanya tahu bahwa sang ayah membenci dirinya dan ibunya, dan sang ayah adalah anak orang kaya yang menikahi ibunya karena keterpaksaan. Ia mengetahui itu dari diary ibunya yang ia temukan setelah 1 tahun kematian ibunya.


*****

1 TAHUN SETELAH KEMATIAN WINNE


Saat Tessa beranjak 7 tahun ia diasuh oleh keluarga tantenya. Selama 1 tahun sebelumnya ia tidak mau pergi meninggalkan rumahnya, ia ingin tetap berada disana. Tessa masih tidak bisa menerima bahwa ibunya telah meninggal, ia berharap ibunya akan pulang dengan membawa ayahnya pula. Tetapi semakin lama ia menunggu, ia semakin sadar bahwa ibunya benar-benar meninggal.

akhirnya sehari setelah ulang tahunnya, Tessa memutuskan untuk pindah kerumah tantenya, ia merasa sia-sia saja ia berada terus menerus dirumah itu. Saat ia hendak membereskan barang-barangnya dibantu oleh tantenya, ia menemukan buku diary ibunya dipojokkan lemari.

Saat tantenya mulai membacakan isi diary itu didepan Tessa, pada saat itu juga diumurnya yang masih sangat belia, untuk kesekian kalinya ia harus mengetahui kenyataan yang pahit. Ia harus mengetahui mengapa keluarganya menjadi seperti ini, mengapa ayah dan ibunya tidak seperti selayaknya pasangan suami istri. Seketika titik titik air mulai membasahi pipi Tessa, ia tak mampu menahan rasa kesalnya kepada kenyataan yang harus ia terima.

Semenjak saat itu, Tessa merasa dirinya berbeda dengan teman-temannya, merasa kehidupannya adalah hal paling menakutkan yang harus ia lalui. Pemikiran yang begitu keras, kehidupan yang begitu kelam bagi seorang anak berumur 7 tahun.



*****

Tahun 2009

Juli 2009, tessa telah memasuki bangku SMA. Menjadi anak kelas 1 SMA adalah masa-masa dimana seorang remaja dapat memulai kehidupan pergaulannya, masa-masa yang dipenuhi memori-memori yang lucu dan menyenangkan. Tetapi bagi Maria Teressa Nindita Putri, masa SMA tidaklah spesial, ini hanya fase lanjutan bagi kehidupannya, ya.. kehidupan yang tak memihak bagi kebahagiaannya.


Tessa tidak pernah memiliki teman semenjak ia SMP. Bukan karena tidak ada yang ingin berteman dengannya, tetapi karena dirinya yang sengaja menutup diri dari dunia luar. Sebenarnya banyak yang ingin berteman dengannya, karena selain cantik, Tessa juga anak yang pintar.

"Hi...", sapa seorang gadis mungil berambut hitam panjang kepada Tessa. Tetapi Tessa hanya menanggapinya dengan senyuman yang seadanya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan gadis itu. Gadis itu hanya terdiam, nama gadis itu adalah Valerin Magdalena, panggil saja ia Veli. Ia sudah tahu bahwa tanggapan yang akan ia dapatkan adalah seperti itu. Ia dulunya satu SMP dengan Tessa, dari SMP juga ia sudah ingin berteman dengan Tessa. Tetapi tanggapan seperti tadilah yang selalu ia dapatkan. Veli tahu apa yang terjadi dengan Tessa, hal itulah yang membuat Veli merasa ingin akrab dengan Tessa.

" Apa sih yang orang itu mau dari gue?, dari SMP selalu aja sok baik sama gue. Dasar orang yang benar-benar memuakkan. Orang Munafik yang menjijikkan. Mau nawarin gue pertemanan?, tetapi akhirnya bakal ninggalin gue dan buat gue makin kecewa sama hidup ini. Cih... gak butuh gue." Batin Tessa menanggapi kejadian tadi dengan Veli. 

Salah satu penyebab Tessa menghindari hubungan yang dekat dengan seseorang adalah, ia takut akan rasa kecewa, rasa kehilangan dan rasa sakit yang pernah ia rasakan akan kembali lagi ia rasakan. 

Bukan hanya kejadian kematian ibunya yang sangat ia sayangi yang membuat pemikirannya seperti itu, tetapi ada kejadian lain yang membuat pemikiran Tessa seperti itu. Tepatnya saat SD, Tessa memiliki satu teman bernama Dini. Mungkin bisa dibilang Dinillah satu-satunya teman yang dimiliki Tessa saat itu. Dini pernah berjanji tidak akan meninggalkan Tessa, dan akan selalu menjadi teman Tessa. Yah... tetapi apa daya saat orang tua Dini harus pidah tugas keluar kota, Dini juga ikut pergi.

Disitulah Tessa merasa ia tidak butuh teman , karena dia takut merasakan hal yang benar-benar menyakitkan lagi, yaitu rasa kehilangan dan rasa kesepian. Kehidupan Tessa berjalan dengan biasa, tetapi perkembangan jiwanya sangat mengerikan. 


*****

Keesokkan Harinya...

Seperti biasanya,Tessa selalu datang sangat pagi ke sekolah. Hannya untuk satu alasan, yaitu menghirup udara segar dibalkon paling atas sekolah lalu berteriak sekencang mungkin. Agar tidak ada yang mendengar teriakkannya itu, maka dia memilih jam setengah 6 pagi sudah berada disekolah. Biasanya yang mendengar penjaga sekolah, ya... tetapi karena SMAnya ini luas banget jadi kemungkinan penjaga sekolahnya dengar 30 % lah.

"WOY... BERISIK TAU!!!" tau-tau suara seorang cowok mengagetkan Tessa, sehabis Tessa melakukan kebiasaannya itu. "ka, kamu siapa? aku pikir enggak ada orang disini" jawab Tessa dengan tergagap-gagapnya, ia tidak menyangka bahwa ada orang lain yang ada disana selain dia.

"Ye.. lo pikir ini sekolahan lo doang? cuma lo doang yang boleh disini. Lagian aneh banget sih, pagi-pagi malah teriak teriak enggak jelas gitu" sahut cowok berparas indo dan bertubuh jangkung dengan setelan seragam SMA yang nampak cocok ditubuh jangkungnya itu.

"ihh, apaan sih? suka-suka sayalah. Lagian situ juga aneh malah ada ditempat kayak gini pagi-pagi gini". "gue disini, buat tidur tau. Eh, malah elu dateng teriak-teriak ganggu aja" kata cowok tersebut. "Yaudah, yaudah.. saya salah. Saya aja yang pergi dulu, ehh satu lagi situ juga aneh. Ngapain tidur disini, emang enggak punya rumah ya? wlee.. " kata Tessa sambil memeletkan lidahnya lalu pergi meninggalkan balkon itu.

Lelaki itu tak mengerjapkan matanya sedikitpun saat melihat tingkah Tessa terhadapnya. aneh sekali, memangnya dia enggak tau gue ini siapa?  cuma cewe itu yang berani kayak begitu sama gue. Penasaran jadinya gue...

Saat Tessa menuruni tangga dia dikejutkan oleh seorang wanita yang sudah memandanginya sedari tadi. Lalu tiba-tiba wanita itu mendorong tubuh Tessa ke tembok dengan keras, sehingga membuat Tessa kesakitan luar biasa. Belum sempat Tessa berbicara, gadis itu sudah menarik rambut Tessa. Tessapun berteriak kesakitan, "HEH, DENGER YA BOCAH INGUSAN. NGAPAIN ELO DEKET-DEKET BRIAN??? DIA COWOK GUE TAU!" bentak si cewek yang enggak Tessa kenal itu. "Heh, sikopat! dasar cewek gila, Brian? Brian siapa? gue aja enggak kenal sama yang namanya Brian, apalagi deket-deket. DASAR SIKOPAT" balas Tessa sambil menahan rasa sakit dipunggung dan kepalanya. 

Belum sempat wanita itu membalas perkataan Tessa, tiba-tiba ia ditarik kebelakang oleh seseorang yang ternyata adalah cowok yang ditemui Tessa secara tidak sengaja dibalkon tadi. "Lo apa-apaan sih? cowok? siapa yang lo maksud cowok lo? GUE?!! MIMPI KALI LO. mending lo pergi jauh-jauh sekarang" bentak cowok yang ternyata bernama Bria itu. Cewek aneh itupun langsung menangis dan berkata dengan lirih"Brian, kamu masih pacar aku. Aku enggak mau kamu deket-deket cewek lain".

Tanpa memperdulikan tangisan cewek aneh itu, Brian menarik tangan Tessa dan membawanya pergi dari tempat itu. Tessa hanya diam saja, karena diapun masih menahan rasa sakit ditubuhnya. Brianpun membawa Tessa kehalaman belakang sekolah, disana masih sepi jadi Brian bisa leluasa berbicara dengan Tessa, gadis yang baru saja ditemuinya dibalkon sekolah pagi ini. "Sorry ya, yang tadi itu namanya Indy. Dia mantan gue, dan dia belum rela putus dari gue. Jadinya semua cewek yang deketin gue digituin deh sama dia" kata Brian memulai pembicaraan. "oh, jadi kamu yang namanya Brian? ahh cowok macam gini aja sampe dibela-belain segitunya. Dasar cewek bego, kayak enggak ada yang lebih bagus aja" sergah Tessa tanpa memandang kearah Brian, yang sepertinya malah senyum-senyum sendiri mendengar perkataan Tessa. "Lo anak baru atau anak kelas satu? lo pasti belum tau siapa gue" "emangnya kamu siapa? sekalipun kamu anak yang punya sekolah ini, emangnya aku pikirin? tapi ngomong-ngomong emangnya kamu siapa sih?".

Brian tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan polos yang terlontar dari Tessa. Baru pertama kali ada cewek yang berani berkata begitu padanya. Biasanya, cewek-cewek yang ditemuinya selalu bersikap sok manis didepannya. Tetapi Tessa malah kebalikkannya. "Lo enggak perlu tau siapa gue, cari tahu aja sendiri. nanti juga tahu sendiri kok" "idih, siapa juga yang mau cari tahu situ. Udah ah, kayaknya udah mau bel, duluan ya cowok sok keren" Tessapun berlari dengan memegangi kepalanya yang kesakitan meninggalkan Brian.

*****

Seminggu Kemudian...

Tessa baru mengetahui siapa itu Brian , dia baru  tahu mengenai perempuan sinting yang menerkamnya seminggu lalu. Dia sampai malu saat berpapasan dengan Brian disekolah, malu karena sudah tahu bahwa ayah Brian memiliki kuasa dan dia telah merendahkan putra seorang yang memiliki kuasa itu. Setiap berpapasan dengan Brian, pasti Tessa akan menghindar dan menunduk.

"Heh, cewek" panggil Brian saat berpapasan dengan Tessa dikoridor sekolah yang sudah sepi, karena saat itu sudah 2 jam dari jam pulang sekolah. 

TO BE CONTINUE...


























0 komentar:

Posting Komentar